Minggu, 15 Februari 2009

NEGERI PARA CUKONG

Zahrul Azhar As`ad *)

Suatu sore saya didatangi oleh seseorang dari sebuah kecamatan di wilayah jombang bagian barat, si Watoni (sebut saja begitu), menceritakan berbagai teori dan strategi yang intinya ingin menunjukkan betapa tingginya kadigdayaan dia membalik suara dan batapa piawainya dia meraup suara dengan berbagai cara, saking berapi-api-nya si Watoni menyampaikan Succses Story nya (walaupun terkesan agak naïf) hingga saya pun terpancing untuk meneruskan pembiacaraan lebih dalam, Dalam perbincangan tersebut watoni mengklaim pernah mensukseskan pilkades di berbagai daerah, salah satu calon bupati, hingga penyuksesan calon gubernur dll. Namun karena waktu sudah menjelang maghrib saya pun memotong dengan halus pembicaraan di sore tersebut dengan pertanyaan pamungkas : “ intinya untuk bisa meraih itu semua dengan cara gimana pak?” akhirnya si watoni menjawab seperti yang saya perkirakan sebelumnya “ intinya adalah uang” dan dia meneruskan “ yg dibutuhkan adalah dana awal untuk koordinasi, dana operasional dan ‘amunisi’ untuk si calon pemilih sebelum coblosan”. Seiring dengan kumandang adzan maghrib si watoni pun berpamitan dan saya pun tak lupa memberikan “buah tangan” sekedar sebagai rasa terimakasih atas “rasa perhatian”nya terhadap saya.

Sekelumit cerita diatas adalah fenomena yang sering terjadi seiring makin seringnya pemilihan pemilihan yang melibatkan publik di negeri ini mulai dari tingkat grassroot, lokal, regional hingga nasional, namun bagi saya pribadi (sebagai caleg) ini adalah pengalaman pertama dalam karir politik saya sebagai obyek maupun subyek dalam “transaksi jual beli suara” seperti diatas, Namun Alhamdulillah Allah telah memberikan kelebihan kepada saya berupa keterbatasan dana sehingga dengan kondisi tersebut saya harus mampu memaksa diri saya untuk jauh lebih berhati hati dalam penggunaan dana yang memang kami sediakan untuk program pencalegan tersebut, karena saya masih percaya dengan semboyan jer basuki mowobeyo , segala sesuatu membutuhkan dana namun dana bukanlah segala galanya.

Fenomena tersebut diatas mengingatkan saya pada skripsi yang saya tulis sekitar 10 tahun yang lalu, dengan judul : pengaruh kartel narkoba internasional dalam pemerintahan di Kolombia. Dalam skripsi saya tersebut menceritakan tentang pertarungan antara pemerintah kolombia dengan para bandar narkoba yang telah menguasai hampir seluruh elemen masyarakat di Kolombia, para bandar narkoba mendirikan Rumah Sakit, gedung Sekolahan, Panti Asuhan, sehingga ketika pemerintah Kolombia mengadakan operasi besar besaran bekerjasama dengan DEA dan pemerintah Amerika terhadap basis kartel madelin justru masyarakat melakukan demo besar besaran mendukung para kartel dan menolak opreasi yang didakan pemerintah tersebut, selain itu kartel nakoba juga mengadakan kegiatan amal menyeponsori program program remaja hingga membiayai paramiliter / tentara bayangan untuk merong-rong pemerintah yang berkuasa jika menganggu aktifitas kartel mereka, Para kartelpun siap membiayai calon senator yang ingin meraih kursi kongres di Kolombia. Contoh kasus ; Salah satu tokoh kartel narkoba legendaris kolombia adalah Pablo Escobar pemimpin kartel Medellin, Pablo dicap sebagai orang-orang yang berpotensi untuk diekstradisi karena tindakannya dalam melakukan kekerasan untuk mencoba menekan pemerintah Kolombia supaya menyetujui undang-undangan antiekstradisi. Kartel Medellin ini pun bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap lusinan pejabat pemerintah yang dianggap tak memihak mereka, dan sejumlah kasus penyuapan. ‘Anehnya’, pada Juli 1991, kongres Kolombia mengadopsi undang-undang baru yang melarang pengesktradisian warga Kolombia, dan itu dianggap sebagai kemenangan besar bagi kartel Medellin. Dengan berbagai upaya Pablo Escobar mengatur agar kongres mau mengikuti kemauan dari para kartel dalam memuluskan aksinya, dengan cara penyuapan hingga membiayai kampanye calon anggota senat/ kongres dengan kompensasi mengamankan kepentingan kartel madelin di seluruh wilayah Kolombia jika telah duduk di kursi kongres.

Apa hubungan antara Si Watoni dan Pablo Escobar ? tentu dari sisi manapun tidak ada hubungannya, namun dari pola pikir dan cara pandangnya terhadap uang memiliki kesamaan dari keduanya, mereka berprinsip “ uang adalah segala galanya dan dapat merubah segalanya”. Tidak bermaksud mendramatisasi namun mari kita bayangkan jika kondisi yang terjadi di Kolombia ternyata juga terjadi di Indonesia ? naudzubillah mindalik, mari kita bayangkan jika presidenya, gubernurnya, bupatinya hingga para legislatornya dalam meraih kursinya dibiayai oleh pengusaha kotor, Bandar narkoba hingga mucikari, apa yang akan terjadi? Dan ini mungkin saja terjadi jika pola pandang Si Watoni tersebut ternyata di amini oleh seluruh calon pemilih penentu masa depan bangsa, siapa pun calonnya siapa pun calegnya tidak perduli latarbelakangnya yang penting ada uangnya akan dipilih, jika hal tersebut benar benar terjadi maka tunggu saja fenomena yang terjadi di Kolombia tak lama lagi akan terjadi di negeri ini.

Dengan power yang dimiliki oleh lembaga legislative dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang terjadi saat ini tentu para cukong tidak akan menutup mata untuk bermain dengan para calon pengisi lembaga ligislatif tersebut, ini adalah saat yang tepat bagi para cukong untuk berinvestasi demi mengamankan praktek kotornya, dalam berinvestasi para cukong bisa menggunakan dua cara yaitu membiayai para caleg yang berpotensi jadi, namun miskin harta atau dengan membeli para anggota dewan terpilih yang telah menghabiskan dana banyak untuk kampanyenya.kedua cara tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan, namun jika kedua cara itu tidak mungkin dilakukan dan si cukong merasa mampu untuk bermain sendiri di lembaga legislativ maka diapun tak tanggung tanggung mengeluarkan dana untuk membeli suara dengan menggunakan serangan fajar yang mulai dianggap wajar. Tahun ini memang hokinya para cukong untuk dapat meraih kursi legislative jika masyarakat tak lagi sadar akan pentingnya nurani dalam menentukan pilihannya nanti. Dan negeri ini akan menjadi negeri para cukong yang hanya berpikir untung rugi untuk diri sendiri, tanpa memikirkan siapa yang diwakilli karena sudah merasa membeli. Dan sakali lagi kita akan hanya menjadi objek dari para cukong yang memimpin bangsa ini, semoga ini tidak terjadi. Wassalam


*) Wk LKK PWNU Jatim, Dir Umum RS Unipdu Medika, Ka GERHANA (Gerkana Hadang Narkoba)

Rabu, 14 Januari 2009